JAKARTA - Masa depan Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera dipertanyakan oleh Komisi XI DPR dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang membidangi asuransi.
?AJB Bumiputera dipertanyakan terkait dengan pembahasan RUU Perasuransian, yang nantinya badan usaha perusahaan asuransi dibatasi menjadi hanya Perseroan Terbatas (PT). Sedangkan AJB Bumiputera adalah badan usaha berbentuk usaha bersama bukan PT.
?“Bagaimana nanti dengan nasib AJB Bumiputera yang tak berbadan hukum PT? Karena dalam RUU Perasuransian kan disebutkan usaha dengan badan hukum usaha bersama akan diatur dalam UU tersendiri, tapi UU itu kan belum ada," ujar Anggota Komisi XI DPR Irene Manibuy, saat RDP soal masukan RUU Usaha Perasuransian, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (18/2/2013).
Irene menuturkan, jika RUU Perasuransian mengharuskan badan usaha berbentuk PT untuk asuransi, itu nantinya akan bertentangan pada pasal 33 UUD 1945, karena dalam UUD tersebut berbunyi, badan hukum yang berlaku di Indonesia tidak harus PT, melainkan dapat juga badan usaha koperasi atau usaha bersama.?
?Selain itu, Anggota Komisi XI DPR Rambe Kamarul Zaman juga menambahkan, memang selama ini AJB Bumiputera telah membuktikan sebagai salah satu perusahaan asuransi domestik yang besar, di tengah kuatnya asuransi asing yang sudah banyak masuk di Indonesia.
“Perlu dipertimbangkan lagi bila badan usaha seperti AJB Bumiputera tidak diperbolehkan," tukasnya.
?Sebelumnya, Direktur Utama AJB Bumiputera Cholil Hasan menegaskan, pihaknya akan tetap mempertahankan badan hukumnya sebagai usaha bersama (mutual).
?Maka dari itu, Cholil mengusulkan agar dalam RUU Perasuransian yang baru tersebut bisa bedakan aturan untuk asuransi yang berbentuk PT atau yang berbentuk usaha bersama. Sedangkan PT mengacu pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dan Mutual mengacu pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992. (wdi)